trip to genting

Tuesday, January 19, 2010

hallluuuuuuuu...
to all at48 students 2007/2008 (sem 6 skg ni)..
hahahaha..jm la p genting...
mst sronok p ramai2..
kt gegar sama i2 genting..hahhaa
sgala keterangan lanjut berhubungla ngn bulat n sly k..

warimasho...

Read more...

Semester Baru Sesi 2009/2010

Sunday, December 27, 2009


Saje jer letak gamabar atas ni.
Aku secara personal nak ucapkan Selamat Kembali ke UPSI kpd semua teman-teman seperjuangan.
Semoga perjuangan kali ini akan menjadi lebih bermakna dari semester-semester lepas.
Semoga kita semua treus sukses, sukses, dan sukses.

dan, janganlah korang lupa
yakni pada semester ini,
kita semua bakal menghadapi L.I.
What is L.I.?
Jangan buat malu kampung kalau x tau.

So, simpan duit banyak2, jgn la joli duit PTPTN sepanjang ade kt UPSI
pasal, time L.I. nnt lg banyak duit yg kte akn pakai.

That's All.
Salam Demokrasi
dan
Selamat Beramal

-Amir Derakh
http://duniaataspagar.blogspot.com/

Read more...

Mendel`s Laws

Friday, October 2, 2009


The principles of heredity were written by the Augustinian monk Gregor Mendel in 1865. Mendel discovered that by crossing white flower and purple flower plants, the result was not a offspring. Rather than being a mix of the two, the offspring was purple flowered. He then conceived the idea of heredity units, which he called "factors", one which is a recessive characteristic and the other dominant. Mendel said that factors, later called genes, normally occur in pairs in ordinary body cells, yet segregate during the formation of sex cells. Each member of the pair becomes part of the separate sex cell. The dominant gene, such as the purple flower in Mendel's plants, will hide the recessive gene, the white flower. After Mendel self-fertilized the F1 generation and obtained the 3:1 ratio, he correctly theorized that genes can be paired in three different ways for each trait; AA, aa, and Aa. The capital A represents the dominant factor and lowercase a represents the recessive. (The last combination listed above, Aa, will occur roughly twice as often as each of the other two, as it can be made in two different ways, Aa or aA.)

Mendel stated that each individual has two factors for each trait, one from each parent. The two factors may or may not contain the same information. If the two factors are identical, the individual is called homozygous for the trait. If the two factors have different information, the individual is called heterozygous. The alternative forms of a factor are called alleles. The genotype of an individual is made up of the many alleles it possesses. An individual's physical appearance, or phenotype, is determined by its alleles as well as by its environment. An individual possesses two alleles for each trait; one allele is given by the female parent and the other by the male parent. They are passed on when an individual matures and produces gametes: egg and sperm. When gametes form, the paired alleles separate randomly so that each gamete receives a copy of one of the two alleles. The presence of an allele doesn't promise that the trait will be expressed in the individual that possesses it. In heterozygous individuals the only allele that is expressed is the dominant. The recessive allele is present but its expression is hidden.

Mendel summarized his findings in two laws; the Law of Segregation and the Law of Independent Assortment.

Law of Segregation (The "First Law")

The Law of Segregation states that when any individual produces gametes, the copies of a gene separate, so that each gamete receives only one copy. A gamete will receive one allele or the other. The direct proof of this was later found when the process of meiosis came to be known. In meiosis the paternal and maternal chromosomes get separated and the alleles with the characters are segregated into two different gametes.

Law of Independent Assortment (The "Second Law")

The Law of Independent Assortment, also known as "Inheritance Law", states that alleles of different genes assort independently of one another during gamete formation. While Mendel's experiments with mixing one trait always resulted in a 3:1 ratio (Fig. 1) between dominant and recessive phenotypes, his experiments with mixing two traits (dihybrid cross) showed 9:3:3:1 ratios (Fig. 2). But the 9:3:3:1 table shows that each of the two genes are independently inherited with a 3:1 ratio. Mendel concluded that different traits are inherited independently of each other, so that there is no relation, for example, between a cat's color and tail length. This is actually only true for genes that are not linked to each other.

Independent assortment occurs during meiosis I in eukaryotic organisms, specifically metaphase I of meiosis, to produce a gamete with a mixture of the organism's maternal and paternal chromosomes. Along with chromosomal crossover, this process aids in increasing genetic diversity by producing novel genetic combinations.

Of the 46 chromosomes in a normal diploid human cell, half are maternally-derived (from the mother's egg) and half are paternally-derived (from the father's sperm). This occurs as sexual reproduction involves the fusion of two haploid gametes (the egg and sperm) to produce a new organism having the full complement of chromosomes. During gametogenesis - the production of new gametes by an adult - the normal complement of 46 chromosomes needs to be halved to 23 to ensure that the resulting haploid gamete can join with another gamete to produce a diploid organism. An error in the number of chromosomes, such as those caused by a diploid gamete joining with a haploid gamete, is termed aneuploidy.

In independent assortment the chromosomes that end up in a newly-formed gamete are randomly sorted from all possible combinations of maternal and paternal chromosomes. Because gametes end up with a random mix instead of a pre-defined "set" from either parent, gametes are therefore considered assorted independently. As such, the gamete can end up with any combination of paternal or maternal chromosomes. Any of the possible combinations of gametes formed from maternal and paternal chromosomes will occur with equal frequency. For human gametes, with 23 pairs of chromosomes, the number of possibilities is 2^23 or 8,388,608 possible combinations.[3] The gametes will normally end up with 23 chromosomes, but the origin of any particular one will be randomly selected from paternal or maternal chromosomes. This contributes to the genetic variability of progeny.

Read more...

salam permai bumi tuhan

salam..hi korng smua...
pertama skali ak ingin ucapkan time kasih kt korang smua coz bg krjasama utk mjlis raye kte pada 2/10 yg lalu...
n ak nk mintak maap la if ad sebarang kekurangn lam mjlis 2...
papepn tahniah la kt AT48...
smoga kte ak bjmpa lg utk mjlis akan datang..heheh..
selalu rujuk blog ni tau..coz kte akan wt anaounce pape kt sini jela...
pasni nk wt baju utk AT48 nk wt diner smua 2 kn..huhuhu...
umm k la stakat ni dlu la dari ak....
from :
lemy

Read more...

Ramadan2..

Thursday, August 27, 2009

Dalam risalah Ramadan ini Imam al-Nursi menjelaskan mengenai sembilan isi penting yang berhubung dengan hikmah puasa pada bulan Ramadan al-Mubarak.

بسم الله الرحمن الرحيم

(( شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان ))

Maksudnya: “ Bulan Ramadan yang padanya diturunkan al-Quran, menjadi pertunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk dan perbezaan yang benar dengan yang salah “.

( al-Baqarah : 185 )

Hikmah pertama:

Puasa Ramadan merupakan antara rukun terawal yang disebutkan dalam rukun Islam. Rukun ini dikira sebagai syiar Islam yang paling besar.

Kebanyakan hikmah yang lahir daripada puasa Ramadan bertujuan untuk menzahirkan ketuhanan Rububiyyah Allah (s.w.t). Hala tujunya juga ialah untuk kehidupan sosial manusia dan kehidupan peribadi mereka. Ia juga mempunyai tujuan pendidikan, penyucian jiwa dan untuk menyatakan kesyukuran kepada nikmat Allah (s.w.t) .

Antara hikmah yang banyak itu, yang kita perolehi daripada ibadat puasa, kita akan mengetengahkan satu hikmah yang dapat menyerlahkan ketuhanan Allah (s.w.t), iaitu :

Allah (s.w.t) menjadikan muka bumi ini seumpama hidangan yang luas terbentang yang dipenuhi dengan nikmat yang tidak terhitung banyaknya. Hidangan itu diatur dengan begitu rapi dan indah sekali sehingga tidak dapat dihitung.xayat Melalui hidangan ini, Allah (s.w.t) menunjukkan sifat rububiyah-Nya yang sempurna. Dia menunjukkan sifat pemurah dan sifat pengasihani-Nya. Akan tetapi disebabkan tabir ghaflah (kelalaian) dan tabir sebab musabab yang lain manusia tidak dapat melihat hakikat yang jelas ini yang dapat memberi manfaat dan yang dapat dijelaskan oleh keadaan ini dengan baik. Kadang-kadang manusia juga jadi lupa … Tetapi dalam bulan Ramadan, orang yang beriman dengan cepatnya akan menjadi seperti satu pasukan tentera yang tersusun, lengkap bersenjata dan sedia bersaing dalam beribadat kepada Allah (s.w.t). Seketika sebelum berbuka, mereka semua berada dalam keadaan yang bersiap sedia untuk menyahut panggilan Yang Maha Berkuasa lagi Azali itu : “Silakan” menjamah hidangan-Nya yang lazat itu … Merekapun menerima --- dalam keadaan begini --- rahmat yang agung dan menyeluruh itu ; meliputi pengabdian yang luas, teratur dan hebat. Adakah kamu fikir mereka yang tidak turut serta dalam peribadatan yang tinggi dan yang tidak berada dalam kemuliaan seperti ini layak disebut sebagai manusia?

Hikmah kedua:

Ibadat puasa mengandungi beberapa hikmat dan dengan sebab hikmat-hikmat itu, kita mengucapkan rasa syukur kepada nikmat yang dikurniakan oleh Allah kepada kita. Salah satunya ialah:

Makanan yang dibawa oleh khadam dari dapur Sultan itu ada harganya. Adalah terlalu dungu kalau kita menyangka makanan yang bernilai itu murah dan tidak berharga. Adalah terlalu bodoh kalau kita tidak mengenali orang yang memberikan nikmat tersebut, sedangkan khadam itu sendiri dianugerahkan dengan pelbagai hadiah kerana menyediakan hidangan itu kepada kita. Makanan dan nikmat yang tidak terhitung banyaknya itu juga pasti ada harganya. Sudah pasti Allah (s.w.t) meminta bayarannya, iaitu pernyataan syukur kepada-Nya dan mensyukuri nikmat tersebut. Sebab zahir yang membawa nikmat tersebut dan pemilik zahirnya hanyalah umpama khadam yang membawa makanan itu.x Kita membayar khadam itu harga yang sepatutnya diperoleh oleh mereka. Kita terus menerus memuji dan memuliakan mereka, bahkan kita merendah diri kepada mereka dan berterima kasih lebih daripada yang sepatutnya, sedangkan pemberi nikmat yang hakiki, iaitu Allah (s.w.t)lah yang berhak menerima pujian dan ucapan syukur itu, bahkan Dia berhak lebih daripada itu. Oleh itu, kita dapat menyatakan rasa syukur dan keredaan kita kepada Allah dengan mengetahui punca sebenar nikmat tersebut… dan dengan menghargai nilai serta merasai keperluan nikmat itu.

Oleh itu, puasa Ramadan merupakan kunci kesyukuran yang tulus lagi benar; kunci pujian yang agung dan umum buat Allah (s.w.t) . Ini kerana kebanyakan manusia tidak menyedari nilai nikmat yang banyak itu kerana mereka tidak pernah merasai betapa perit dan azabnya lapar yang sebenar. Hanya orang yang berada dalam kesempitan yang dapat merasai itu semua. Mereka yang sentiasa kekenyangan tidak dapat menilai, misalnya nikmat yang tersembunyi dalam sepotong roti kering, lebih-lebih lagi sekiranya mereka kaya raya. Hanya orang mukmin yang dapat merasakannya apabila mereka berbuka puasa. Mereka dapat merasakan bahawa ia adalah nikmat Allah yang berharga. Ini dapat dibuktikan melalui daya kecapnya. Oleh itu, orang yang berpuasa --- bermula daripada sultan hinggalah kepada yang yang paling miskin --- pada bulan Ramadan akan mengucapkan kesyukuran yang amat bermakna kepada Allah (s.w.t). Ini kerana mereka sedar betapa besar dan bernilainya nikmat yang agung itu. Seseorang manusia yang menahan diri daripada menjamah makanan pada siang hari akan menyedari bahawa ia adalah nikmat yang hakiki. Lantaran itu, dia akan berbisik kepada dirinya sendiri: “ Nikmat itu bukan milikku. Aku tidak bebas memakannya. Ia adalah milik orang lain. Ia adalah nikmat dan kurniaan-Nya, yang dikurniakan kepadaku. Jadi, sekarang aku sedang menunggu arahan-Nya “… Dengan ini, dia telah menunaikan kesyukuran yang amat bermakna terhadap nikmat tersebut.

Dengan gambaran itu, puasa telah menjadi kunci kesyukuran dari pelbagai sudut; kesyukuran yang merupakan tugas hakiki setiap insan.

Hikmah ketiga:

Salah satu hikmat yang mengarah kepada kehidupan sosial manusia ialah:

Manusia dijadikan dengan bentuk kehidupan yang berbeza. Berdasarkan perbezaan ini, Allah menyeru orang kaya agar menghulurkan bantuan kepada saudara-saudara mereka yang miskin. Orang kaya sudah tentu tidak dapat menghayati dengan sepenuhnya keadaan kemiskinan yang mencetuskan perasaan kasihan belas itu. Mereka juga tidak mampu merasai kelaparan yang dihadapi oleh orang miskin melainkan melalui rasa lapar yang lahir daripada berpuasa. Jika tidak kerana puasa, sudah pasti ramai orang kaya sentiasa mengikut hawa nafsu mereka. Sudah pasti mereka tidak dapat merasai kelaparan dan kemiskinan yang memeritkan itu. Sudah pasti mereka tidak sedar betapa perlunya orang miskin kepada belas ihsan orang lain. Oleh itu, sifat kasihan belas terhadap sesama manusia merupakan salah satu asas yang mencetuskan rasa kesyukuran yang sebenar, kerana setiap orang mungkin akan berjumpa dengan orang yang lebih miskin daripadanya. Jadi, dia berasa bertanggungjawab untuk mengasihani orang tersebut.

Jika manusia tidak dipaksa untuk merasai sendiri betapa peritnya berlapar, sudah pasti tidak ada seorangpun yang akan merasa kasihan terhadap orang lain, yang akan mendorongnya supaya membantu dan menolong orang itu. Perkara ini boleh dilakukan kerana adanya ikatan belas kasihan terhadap makhluk sejenisnya. Jika seseorang itu membantu orang miskin yang kelaparan itu tanpa merasai sendiri kelaparan itu, sudah pasti dia tidak akan dapat melakukannya dnegan sempurna kerana jiwanya tidak dapat merasakan keadaan tersebut dengan sebenar-benarnya.

Hikmah keempat:

Dari aspek pendidikan jiwa manusia, puasa Ramadan mempunyai beberapa hikmat. Salah satunya ialah:

Jiwa secara tabiinya tidak suka terbelenggu dengan sebarang ikatan. Ia mengajar dirinya seperti itu sehingga ia mengingini tuhan impian untuk dirinya sendiri. Ia mahu bergerak bebas sebagaimana yang ia suka. Ia tidak mahu memikirkan tentang kejadiannya; yang tumbuh membesar dari nikmat Allah yang tiada hadnya itu. Lebih-lebih lagi jika ia memiliki kekuasaan dan harta yang banyak di atas muka bumi ini. Ini ditambah pula oleh sifat lalai dan alpa. Dengan itu, ia seolah-olah merampas dan menelan nikmat Allah seperti seekor haiwan tanpa mendapat keizinian-Nya.

Akan tetapi, pada bulan Ramadan yang penuh berkat ini, diri setiap insan akan mula berjinak-jinak dengan jiwanya, bermula daripada orang yang paling kaya hinggalah orang yang paling msikin. Dari situ, diapun mengerti dan sedar bahawa dia bukanlah pemilik, bahkan dia adalah milik orang lain. Ia bukanlah bebas, tetapi ia adalah hamba yang menurut arahan. Dia tidak mampu menghulurkan tangannya untuk melakukan sekecil-kecil perkara tanpa perintah hinggakan ia tidak mampu untuk menghulurkan tangannya bagi mendapatkan air. Oleh itu, hancurlah tipu daya tuhan impiannya maka dengan itu ia akan terikat kepada pengabdian kepada Allah (s.w.t). Dan ia memasuki tugasnya yang asasinya iaitu bersyukur.

Hikmah kelima:

Puasa Ramadan juga bertujuan untuk mendidik jiwa manusia yang sentiasa menyuruh melakukan kejahatan. Ia juga bertujuan untuk membentuk akhlak dan membebaskannya daripada tindakan-tindakan yang melulu. Kita ketengahkan di sini salah satu hikmatnya, iaitu:

Kerana lalai dan alpa, jiwa manusia akan melupakan zatnya. Ia tidak nampak kelemahan, kehendak dan kekurangan yang terdapat dalam jiwanya itu. Kelemahan, kehendak dan kekurangan itu memang banyak dan tidak akan habis. Bahkan, ia tidak mahu melihat perkara-perkara yang tersembunyi dalam jiwanya itu. Ia tidak terfikir betapa lemah dirinya, betapa ia terdedah kepada kemusnahan dan betapa banyaknya kesukaran yang dihadapinya. Ia lupa pada asal usul kejadiannya. Ia lupa bahawa ia mempunyai daging dan tulang yang akan rosak dan binasa dengan cepat. Kerana itu, ia bertindak dengan menyangka bahawa ia diperbuat daripada besi waja dan terhindar daripada kemusnahan dan kematian. Ia menyangka bahawa ia kekal abadi. Lantaran itu, kita dapati ia terlalu bergantung kepada dunia. Ia mencampakkan dirinya ke dalam pelukan dunia itu dengan membawa keinginan dan ketamakan yang amat sangat. Ia mengikat dirinya dengan ikatan kemesraan dan kasih sayang yang bersemarak. Ia menguatkan cengkaman ke atas semua benda yang lazat dan berfaedah. Kemudian ia akan melupakan Penciptanya, yang telah membelanya dengan penuh kasih sayang. Ia akan terjatuh ke dalam jurang akhlak yang buruk. Seterusnya, ia akan melupakan akibat dan kesudahan hidupnya serta kehidupan akhiratnya.

Akan tetapi, orang yang paling lalai dan paling degil sekalipun akan merasai kelemahan, keterbatasan dan kemiskinan mereka melalui ibadat puasa. Melalui rasa lapar, setiap orang akan berfikir mengenai diri mereka dan perut mereka yang berkeroncong itu. Mereka akan berfikir tentang keperluan perut mereka. Dari situ, mereka akn berfikir betapa kerdilnya diri mereka, betapa ia memerlukan rahmat Allah dan kasihan belas-Nya. Jauh dilubuk hatinya, ia berasa terlalu ingin untuk mengetuk pintu taubat Allah dengan penuh kelemahan dan kekerdilan yang nyata, jauh daripada ketakburan diri. Di samping itu, mereka juga menyediakan diri mereka untuk mengetuk pintu rahmat Ilahi dengan tangan kesyukuran maknawi ( jika kelalaian tidak merosakkan pandangan hati mereka ).

Hikmah keenam:

Dari aspek penurunan al-Quran dan bulan Ramadan sebagai bulan yang menerima penurunan itu, kami bawakan satu hikmat, iaitu:

Oleh kerana al-Quran al-karim diturunkan pada bulan Ramadan, maka segala kehendak jiwa yang buruk mesti dihindarkan. Perkara-perkara hina dan dusta hendaklah dilontarkan jauh-juah sebagai persediaan untuk menyambut khitab samawi, yang akan disambut dengan baik; sesuai dengan khitab tersebut. Perkara ini boleh dilakukan dengan cara mengingati waktu penurunan al-Quran itu, di samping berusaha menjiwai jiwa kerohanian para malaikat, iaitu dengan cara meninggalkan makan dan minum serta berqiamullail dengan membaca ayat-ayat suci al-Quran seolah-olah ayat-ayat suci itu baru sahaja diturunkan. Mereka mendengar dan menghayatinya dengan penuh khusyuk. Mereka mendengar kandungan khitab samawi itu untuk mencapai kedudukan dan kerohanian yang tinggi. Mereka membaca ayat-ayat suci al-Quran seolah-olah mereka mendengarnya daripada Rasulullah (s.a.w), bahkan mereka begitu tertarik mendengarnya seolah-olah mereka mendengarnya daripada Jibril (a.s), bahkan daripada Allah (s.w.t) sendiri, Yang Maha Berkata-kata lagi Azali. Kemudian al-Quran itu hendaklah dibaca dan diperdengarkan kepada orang lain sambil menjelaskan hikmat penurunannya.

Pada bulan Ramadan al-mubarak, dunia Islam bertukar menjadi seperti sebuah masjid. Alangkah besarnya masjid itu, yang setiap sudut dan penjurunya dipenuhi oleh para penghafal al-Quran al-karim. Mereka membaca kalam samawi itu sehingga didengari oleh penduduk bumi. Mereka menzahirkannya dalam bentuk yang hebat lagi menarik. Mereka melakukannya untuk membenarkan ayat suci al-Quran yang berbunyi : (( شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن )) dengan menegaskan bulan Ramadan sebenarnya ialah bulan al-Quran. Sementara orang lain yang ada dalam jemaah yang besar itu, ada di antara mereka yang mendengar bacaan para penghafal tadi dan ada yang membaca sendiri.

Alangkah buruk dan hinanya orang yang menjauhkan diri dari masjid yang suci ini , yang mempunyai kedudukan yang hebat itu, hanya kerana mengejar makan dan minum serta mengikut hawa nafsu yang sentiasa menyuruh ke arah kejahatan! Betapa orang itu akan diperkecilkan secara maknawi oleh ahli jemaah masjid tersebut? Begitulah keadaan orang yang tidak berpuasa pada bulan yang mulia ini. Mereka akan menjadi sasaran penghinaan dan diperkecilkan secara maknawi oleh seluruh dunia Islam.

Hikmah ketujuh:

Dari aspek usaha manusia yang datang ke dunia ini untuk menanam tanaman akhirat dan untuk memperniagakan tanaman itu bulan Ramadan mempunyai pelbagai hikmat. Akan tetapi, kami ingin sebutkan satu sahaja, iaitu:

Satu pahala amalan yang dilakukan pada bulan Ramadan al-mubarak akan digandakan menjadi seribu. Sebagaimana yang diketahui, setiap huruf al-Quran al-karim mempunyai sepuluh pahala. Ia dikira sebagai sepuluh kebaikan dan ia menghasilkan sepuluh biji buah dari Syurga sebagaimana yang diceritakan oleh hadis Nabi (s.w.t). Pada bulan Ramadan, setiap huruf tersebut akan melahirkan seribu buah akhirat sebagai ganti sepuluhnya. Setiap huruf ayat al-Quran, seperti ayat al-Kursi akan membuka pintu di hadapan ribuan kebaikan itu supaya buah-buahan hakiki di akhirat kelak akan keluar berjuntaian. Kebaikan tersebut akan bertambah pada hari Jumaat pada bulan Ramadan dan pada malam Lailah al-Qadr pula, ia mencapai tiga puluh ribu kebaikan.

Benar, al-Quran al-karim memberikan sebanyak 30000 buah-buahan yang berkekalan kepada setiap hurufnya. Ia menjadi seumpama pohon nurani seperti

pohon Tuba di dalam Syurga yang mana pada bulan Ramadan, orang-orang mukmin mengambil buah-buahan yang sentiasa berkekalan itu, yang mencecah jutaan … Renungilah dan hayatilah perniagaan yang suci, kekal dan menguntungkan ini . Kemudian, fikirlah tentang mereka yang tidak menghargai nilai huruf-huruf yang suci ini dengan sebaik-baiknya. Alangkah besarnya kerugian yang ditanggung oleh mereka!

Begitulah, bulan Ramadan al-mubarak ini menyerupai sebuah pameran perniagaan akhirat yang sangat hebat. Ia umpama sebuah pasar yang sangat sibuk dan menguntungkan. Ia umpama tanah yang sangat subur dan kaya, yang mengeluarkan hasil-hasil akhirat. Ia umpama hujan yang turun pada musim menanam, untuk menyuburkan amalan dan keberkatannya. Ia umpama sebuah pesta yang besar dan satu perayaan yang meriah lagi suci, untuk mempamerkan lukisan pengabdian manusia terhadap keagungan dan kemuliaan Allah (s.w.t).

Oleh itu, manusia dipertanggungjawabkan untuk berpuasa agar dia tidak terus lalai dan alpa, agar dia tidak terjerumus dengan tuntutan kehaiwanan seperti makan dan minum yang merupakan keperluan diri, dan supaya dia dapat mengelak daripada terus tenggelam di dalam syahwat dan perkara-perkara yang tidak memberikan apa-apa faedah. Melalui puasanya, dia menjadi seumpama sebuah cermin yang membalikkan sifat al-samdaniyah, yang mana dia keluar buat seketika daripada sifat kehaiwanan dan masuk ke dalam satu keadaan yang menyerupai malaikat, atau dia menjadi individu akhirat dan roh yang dapat dilihat melalui jasad kerana dia ikut serta dalam perniagaan akhirat dan menjauhkan diri daripada tuntutan dunia yang sementara ini.

Benar, Ramadan al-mubarak memberikan kehidupan yang kekal dan apa sahaja kepada orang yang berpuasa di dunia yang fana ini. Satu bulan Ramadan sahaja boleh memberikan kepada seseorang yang berpuasa hasil yang boleh diperolehi oleh orang yang hiudp selama lapan puluh tahun. Dan kedudukan Lailat al-Qadr yang lebih baik daripada seribu bulan seperti yang disebut dalam al-Quran menjadi bukti kepada rahsia ini.

Misalnya, seorang raja akan menetapkan hari-hari tertentu semasa pemerintahannya atau pada setiap tahun, sama ada berdasarkan hari-hari pertabalannya atau hari-hari lain sebagai hari yang penting bagi kerajaannya. Hari-hari tersebut dijadikan hari perayaan buat rakyatnya. Pada hari itu, baginda tidak berurusan dengan rakyatnya yang setia lagi berhak itu dengan prosedur biasa, sebaliknya baginda menjadikan mereka sebagai tempat untuk menyatakan ihsan, nikmat dan kebaikannya. Baginda menjemput rakyatnya masuk ke balairong serinya tanpa ada apa-apa tabir. Layanan istimewa diberikan kepada mereka.Anugerah dan kurniaan juga turut diberikan. Begitu juga dengan perhatian yang diberikan… Begitulah juga dengan Yang Maha Berkuasa, Yang Azali, Yang Memiliki Ketinggian dan Kemuliaan, iaitu Sultan Yang Azali dan Abadi, dan Sultan Yang Maha Mulia bagi lapan belas ribu alam. Pada bulan Ramadan, Allah (s.w.t) menurunkan perintah-Nya yang mulia lagi tinggi dan al-Quran al-karim yang ditujukan kepada ribuan alam tersebut. Oleh itu, ketibaan bulan yang berkat ini dianggap seperti sebuah pesta dan perayaan Ilahi yang istimewa lagi meriah. Ia seperti sebuah pameran Rabbani yang amat hebat. Ia umpama satu majlis kerohanian yang menakjubkan, yang merupakan satu tuntutan hikmah. Selagi bulan Ramadan berupa hari-hari istimewa yang meriah dan menyeronokkan, maka bulan tersebut mestilah dipenuhi dan dihidupkan dengan ibadat puasa agar manusia bebas daripada nafsu serakah haiwan. Puasa yang sempurna ialah puasa yang melibatkan semua pancaindera manusia seperti mata, telinga, hati, imaginasi, dan fikiran sepertimana puasa yang dilakukan oleh perut. Ini bermaksud orang yang berpuasa itu hendaklah menjauhkan pancaindera tersebut daripada perkara-perkara yang haram, buruk dan tidak berfaedah. Dia juga hendaklah memandu pancaindera itu kepada pengabdian yang khusus.

Contohnya, seseorang akan menahan lidahnya daripada bercakap bohong, mengumpat dan mengeluarkan kata-kata buruk serta menegahnya daripada melakukan kerja-kerja tersebut. Dia akan membasahkan lidahnya dengan membaca al-Quran al-karim, berzikir kepada Allah (s.w.t), bertasbih dengan memuji-Nya, berselawat ke atas Rasululah (s.a.w ) yang mulia dan beristighfar serta berzikir dengan zikir yang seumpamanya.

Misalnya: Menahan matanya daripada melihat perkara-perkara yang haram dan menutup telinganya daripada mendengar perkataan-perkataan yang kotor . Sebaliknya, dia hendaklah menggalakkan matanya agar melihat perkara-perkara yang berpengajaran dan mendorong telinganya untuk mendengar al-Quran dan perkara-perkara yang benar. Dia meletakkan seluruh pancainderanya dalam keadaan berpuasa.

Seperti yang diketahui, perut merupakan sebuah kilang yang sangat besar. Jika operasinya terhenti dengan berpuasa, maka operasi kilang-kilang lain yang lebih kecil dapat dihentikan dengan lebih mudah.

Hikmah kelapan:

Salah satu hikmat berpuasa, yang berkait dengan kehidupan peribadi manusia dapat dirumuskan seperti berikut:

Dalam ibadat puasa, terdapat sejenis ubat yang paling mujarab bagi manusia, iaitu pencegahan, sama ada secara fizikal atau maknawi. Pencegahan diakui ada dalam bidang perubatan. Ini kerana, selagi manusia bebas makan dan minum, selagi itulah dia akan menyebabkan kemudhratan fizikal terhadap kehidupan peribadinya. Begitulah juga keadaan kehidupan maknawinya, kerana apabila dia memakan semua yang diperolehinya, tanpa melihat apa yang halal dan apa yang haram, makanan itu akan meracuni kehidupan maknawinya sehinggakan nafsunya juga sudah sampai ke tahap mengengkari hati dan rohnya. Ia sudah tidak patuh dan tunduk lagi kepada kedua-duanya. Nafsu itu akan mengawal diri seseorang dengan bebas tanpa ada sebarang sekatan. Lantas, ia memandu manusia ke arah syahwatnya tanpa dijaga dan dikawal oleh manusia itu sendiri.

Akan tetapi, dalam bulan Ramadan, nafsu akan menjadi biasa dengan sejenis pencegahan melalui amalan berpuasa. Ia akan berusaha dengan tekun untuk menyuci, melatih dan belajar mentaati suruhan. Ia tidak akan ditimpa oleh penyakit yang disebabkan oleh perut yang kekenyangan dan yang disumbat dengan pelbagai makanan. Ia akan beroleh keupayaan untuk mendengar perintah-perintah yang datang dari akal dan syarak. Ia akan berusaha menghindarkan diri daripada terjatuh ke lembah haram dan berusaha untuk tidak mengeruhkan kehidupan maknawinya.

Selain itu, pada kebiasaannya, kebanyakan manuasia terdedah kepada kelaparan. Oleh itu, mereka memerlukan latihan dan latihan itu diperoleh dengan cara berlapar. Cara ini dapat membiasakan manusia bersabar dan mampu menanggung kesusahan. Puasa bulan Ramadan merupakan satu latihan. Ia merupakan satu proses membiasakan diri untuk berpuasa dan bersabar menahan lapar selama lima belas jam atau 24 jam bagi mereka yang tidak sempat bersahur. Oleh itu, puasa merupakan ubat yang mujarab untuk mengubat kegelisahan dan kegopohan manusia dan ketidakmampuan mereka untuk menanggung perkara-perkara yang boleh menambahkan lagi musibah dan dugaan yang menimpa mereka.

Perut juga begitu. Ia sendiri umpama sebuah kilang yang mempunyai ramai pekerja dan kakitangan. Di sana; di dalam manusia itu terdapat organ yang mempunyai hubungan dan kaitan dengan kilang tersebut. Sekiranya jiwa tidak merehatkan tugas-tugasnya buat seketika, pada waktu siang bulan tertentu, maka perkara ini akan menyebabkan pekerja-pekerja tersebut lupa tugas khusus mereka. Ia akan membuatkan mereka lalai dan lupa pada zat mereka dan menjadikan mereka berada di bawah pengaruh diri mereka. Seterusnya, ia akan merosakkan alat dan organ lain serta mengakibatkan alat-alat itu berserabut dan terganggu kerana bunyi mesin kilang maknawi tersebut dan asapnya yang tebal itu. Semua pandangan akan tertumpu kepadanya dan mereka semua akan melupakan tugas penting mereka buat seketika. Disebabkan perkara inilah, kebanyakan para wali Allah yang salih berusaha melatih diri mereka dengan mengurangkan makan dan minum supaya mereka dapat memanjat tangga kesempurnaan.

Akan tetapi, dengan kedatangan bulan Ramadan, para pekerja tersebut menyedari bahawa mereka bukan dijadikan untuk kilang itu sahaja, bahkan organ dan pancaindera itu juga dapat mengecapi kelazatan yang tinggi dan dapat menikmati nikmat kemalaikatan dan kerohanian dalam bulan Ramadan. Daripada terus lalai dan berpoya-poya dengan kilang itu, mereka memilih untuk memusatkan perhatian mereka kepada kelazatan dan nikmat tersebut. Oleh itu, kamu dapat melihat orang mukmin pada bulan Ramadan al-mubarak mendapat pelbagai cahaya, kelebihan dan kegembiraan maknawi, bergantung kepada tahap dan kedudukan masing-masing. Terdapat pelbagai peningkatan dan kelebihan bagi hati, roh, akal, rahsia dan perkara-perkara yang seumpamanya. Sekalipun perut menangis dan menjerit, tetapi semua anggota di atas itu ketawa dengan keampunan dan rahmatNya.

Hikmah kesembilan:

Dari segi pemusnahan nafsu serakah yang secara langsungnya menghantui jiwa, dari aspek pengabdian yang diperkenalkan melalui pemusnahan nafsu itu dan dari segi menzahirkan kelemahannya di hadapan Allah (s.w.t), puasa bulan Ramadan memberikan banyak hikmat. Antaranya ialah:

Nafsu tidak mahu mengenali tuhannya, bahkan ia mendakwa mempunyai sifat ketuhanan sama seperti keangkuhan Firaun yang melampau itu. Walaupun nafsu diazab dan dikasari, namun sifat ketuhanan yang disangkakan kepunyaannya itu tetap ada. Akar tersebut tidak mampu dimusnahkan dan tidak akan tunduk melainkan apabila berhadapan dengan raja kelaparan.

Begitulah secara langsung, puasa Ramadan memberi pukulan maut kepada sikap kefiraunan yang tertanam di dalam nafsu. Lalu, puasa itu mematahkan kuasa nafsu tersebut dengan menzahirkan keterbatasan, kelemahan dan kekerdilannya serta memperkenalkan nafsu itu kepada pengabdian.

Ada disebutkan dalam salah satu riwayat hadis: Allah (s.w..t) telah berfirman kepada nafsu: “ Siapakah Aku dan siapakah kamu?”. Nafsu menjawab: “ Aku adalah aku, kamu adalah kamu”. Lalu Allah (s.w.t) mengazabnya dan menghumbankannya ke dalam neraka. Kemudian nafsu itu ditanya sekali lagi, nafsu menjawab : “ Aku adalah aku, kamu adalah kamu “ . Sekalipun pelbagai azab dikenakan kepadanya, sifat keakuannya tidak berubah … kemudian Allah (s.w.t) mengazabnya dengan kelaparan, iaitu dengan membiarkannya lapar. Kemudian ditanyanya lagi: “ Siapakah Aku dan siapakah kamu?” Nafsupun menjawab: “ Kamu adalah Tuhanku Yang Maha Mengasihani dan aku adalah hamba-Mu yang lemah”.

Ya Allah! Selawat dan salam buat junjungan kami nabi Muhammd; selawat yang berupa reda buat-Mu dan kurniakanlah kepadanya bilangan pahala huruf al-Quran pada bulan Ramadan, juga buat ahli keluarga dan sahabat-sahabat baginda dan kurniakan kepada mereka kesejahteraan yant banyak.

((سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العلمين ))

Maksudnya: Maha Suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan daripada apa yang mereka lakukan. Dan kesejahteraan dilimpahkan ke atas para rasul. Dan segala puji-pujian bagi Allah Tuhan semesta alam.

( al-Saffat : 180-184 )

Amin1


Read more...

Perkara Berkaitan

Blog ini adalah dibuat bagi memberi input yang berguna kepada semua pelajar at48 batch ke-2. Berita-berita terkini mengenai aktiviti dan juga penglibatan pelajar sama ada di kolej mahupun di kampus akan disalurkan secara terus menerus kepada anda

  © Free Blogger Templates Columnus by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP